Selasa, 19 Januari 2016

Kematian Saat Tidur

Mengenal Empat Penyebab Kematian Saat Tidur

 http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160118141322-255-105052/mengenal-empat-penyebab-kematian-saat-tidur/

 Jakarta, CNN Indonesia -- Meninggalnya Panji Hilmansyah (31), putra sulung dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada Minggu (17/1) meninggalkan tanda tanya. Pasalnya penyebab kejadian tersebut belum diketahui dengan pasti, karena Panji meninggal secara tiba-tiba dalam keadaan tidur.

Asisten Menteri Susi, Fika Fawzia beranggapan bahwa meninggalnya Hilman dikarenakan oleh penyakit jantung.

Menurut dr Hardjo Prawira, Sp.PD.KKV, spesialis penyakit dalam, jantung dan pembuluh dari OMNI Hospital Pulomas, kematian mendadak dalam tidur umumnya dikarenakan kurangnya asupan oksigen.

“Ada dua hal yang bisa menyebabkan hal tersebut, yang pertama dari paru-paru dan yang kedua dari jantung,” kata dr Hardjo, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/1).

Jika penyebabnya paru, menurut dr Hardjo, hal tersebut bisa jadi karena adanya penyumbatan di saluran napas. “Bisa jadi karena lidah terjatuh ke belakang saat tidur telentang sehingga menyebabkan gangguan aliran udara dan penyumbatan,” ujar dia.

Sementara yang kedua adalah karena serangan jantung.

“Serangan jantung ini menyebabkan otot tidak sempat lagi beradaptasi, sehingga tidak bisa memompa darah yang membawa oksigen, akibatnya tubuh kekurangan oksigen yang bisa menyebabkan kematian,” papar dia.

Lebih lanjut, dr Hardjo menyebutkan jantung hanya bisa bertahan tanpa aliran darah kurang dari tiga jam. “Jika lebih dari itu, otot jantung akan rusak sama sekali dan berhenti memompa. Itu yang kita namakan sudden cardiac death,” ungkapnya.

Meskipun begitu, dr Hardjo mengatakan kendati termasuk kematian mendadak, sudden cardiac death pun tidak datang sekonyong-konyong. Umumnya, hal tersebut diawali penyempitan pembuluh lalu terjadi gangguan irama jantung.

“Ceritanya setelah itu sama. Asupan oksigen tidak cukup dan terjadi kerusakan jantung,” kata dr Hardjo.

 Dia juga menyebutkan beberapa keluhan yang biasanya menyertai serangan jantung dalam tidur. “Sebelumnya, pasti ada keluhan nyeri dada, sesak napas, napas jadi pendek atau pegal punggung,” sambungnya.

Pada beberapa kasus yang sangat parah, pasien bisa merasa seperti tercekik. “Keluhan rasa nyeri bisa menyebar hingga ke leher dan lengan kiri.”

Jika cepat ditangani, keluhan ini bisa diatasi dan serangan jantung bisa dihindari.

“Masalahnya, kebanyakan orang Indonesia kurang waspada. Keluhan-keluhan itu dianggap sepele, dipijat atau dikerok, sudah sehat kembali. Padahal seharusnya diperiksakan ke dokter,” tegasnya.

Selain kekurangan oksigen yang menyebabkan kegagalan jantung dan paru-paru, CNNIndonesia.com juga merangkum empat kemungkinan terbesar yang menjadi penyebab meninggalnya seseorang saat tertidur lelap, yaitu:

Sindrom Brugada

Sindrom ini merupakan jenis abnormalitas elektrik jantung bawaan yang sering menyerang pria dengan usia sekitar 30 tahun saat mereka tertidur lelap. Sindrom ini lebih sering menyerang orang Asia dibanding wilayah lain. Sebelum meninggal, penderita akan terlihat seolah sehat-sehat saja. Bahkan, faktor risiko penyakit jantung koroner mungkin tidak ditemukan dan struktur jantungnya pun normal. Namun, sebenarnya kelainan ini dapat dideteksi dengan elektrokardiografi (EKG) yang berfungsi untuk merekam irama jantung.

Sleep Apnea (Henti Napas)

Hal ini disebabkan oleh berkurangnya oksigen pada tubuh dikarenakan sumbatan pernapasan saat tidur. Orang yang mengidap Sleep Apnea dapat mengalami henti napas selama 10 detik sampai beberapa menit dan untuk menyebabkan seseorang meninggal, kejadian tersebut akan berulang sebanyak 5 sampai 30 kali dalam satu jam. Sehingga, jantung terpaksa untuk bekerja lebih keras dan pada suatu waktu otak akan berhenti mengirim sinyal pada otot pernapasan. Sleep Apnea sedikit berbeda dengan Sindrom Brugada karena tidak hanya menyerang dewasa muda saja, melainkan manula juga. Tidur mendengkur bisa jadi merupakan gejala dari Sleep Apnea. Obesitas merupakan faktor lain yang mendukung terjadinya Sleep Apnea.

Bangungot

Istilah tersebut berasal dari Filipina dengan bahasa Tagalog, yang mana berarti “mimpi buruk”. Orang Filipina meyakini bangungot disebabkan oleh terlalu banyaknya konsumsi karbohidrat seseorang sebelum ia tidur. Di Filipina, 43 dari 100.000 orang meninggal karena bangungot. Hasil otopsi atas seseorang yang mengalami bangungot sama sekali tidak ditemukan masalah jantung. Masalah yang terjadi adalah kemungkinan terjadinya inflamasi pada pankreas sebagai akibat dari konsumsi karbohidrat yang berlebihan tadi. Hal ini juga berkaitan dengan kelainan irama detak jantung.

“Pada umumnya, penyebab meninggalnya seseorang saat tidur disebabkan oleh masalah pada irama jantung atau disebut juga aritmia fatal yang dapat terjadi pada tiap orang,” jelas Ariesca Ann Soenarto, dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Harapan Kita pada CNNIndonesia.com Senin (18/1).

Penggumpalan Darah

Darah yang membeku tentu dapat menghambat kelancaran peredaran darah pada tubuh manusia, karena darah jadi membentuk gumpalan. Selain itu, dapat pula menghambat sistem kerja di dalam tubuh. Terjadinya penggumpalan darah dapat menjadi bahaya bila terjadi di bagian otak atau jantung. Karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Penyebab menggumpalnya darah di otak antara lain adalah penyempitan pembuluh darah di otak, cedera kepala, dan perokok berat

Maka dari itu, memantau kesehatan tubuh secara teratur adalah hal penting yang perlu dilakukan selain menjaganya. Alih-alih menjaga kesehatan tubuh, bisa jadi tiga kemungkinan di atas tidak terdeteksi secara dini dalam tubuh Anda. (les/les)

 

 

Minggu, 03 Januari 2016

Ini 6 Resolusi Sehat Tahun 2016

 

shutterstock Ilustrasi.
KOMPAS.com – Apakah Anda telah membuat daftar resolusi tahun 2016? Jangan lupa untuk memasukkan gaya hidup sehat ke dalam resolusi tahun ini.

Kesehatan tak hanya sekedar menjadi salah satu resolusi, bahkan bisa mendukung pencapaian resolusi lain Anda. Berikut enam resolusi sehat tahun 2016 seperti dikutip dari Medical Daily.

Tidur yang cukupTidur yang cukup mungkin terdengar sebagai resolusi yang sederhana. Akan tetapi, banyak orang sulit menerapkan pola tidur yang sehat.

Tidur sangat berperan penting bagi kesehatan tubuh dan pikiran. Orang dewasa rata-rata membutuhkan 7-9 jam per hari untuk tidur.
Menurut National Sleep Foundation, kurang tidur dapat melambat proses berpikir otak. Dampaknya, muncul masalah memori di otak, peningkatan risiko depresi, kurangnya kekebalan tubuh, tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung.
Untuk mewujudkan pola tidur yang sehat pada 2016, rancanglah kamar tidur Anda lebih nyaman. Hindari suara bising dan cahaya terlalu terang saat tidur.

Pola makan sehat
Banyak orang menjadikan penurunan berat dalam daftar resolusi tahun baru. Memiliki berat badan ideal bukan hanya masalah penampilan, tetapi kesehatan yang jauh lebih penting.

Pola makan yang tidak sehat seperti berlebihan lemak bisa menyebabkan obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga berisiko terkena jenis kanker tertentu.
Untuk itu, mulailah dengan kebiasaan konsumsi makanan sehat bergizi seimbang. Hentikan konsumsi minuman berakohol dan merokok. Perbanyak konsumsi sayur dan buah-buahan yang kaya antioksidan. Antioksidan dapat menangkal radikal bebas dalam tubuh.


Olahraga teratur
Selain menjaga pola makan sehat, melakukan aktivitas fisik atau olahraga teratur juga sangat penting bagi kesehatan. Berjalan kaki, lari, bersepeda, berenang, yoga bisa menjadi pilihan olahraga yang harus dilakukan rutin pada 2016.
Mulailah dengan membeli sepatu lari atau sepeda untuk menambah semangat Anda menjalankan olahraga sebagai resolusi sehat tahun 2016. Anda juga bisa bergabung dalam kelas kebugaran dan komunitas olahraga.
Olahraga tak hanya membuat tubuh sehat dan bugar, menurut penelitian dari Harvard Medical School, olahraga teratur bisa meningkatkan fungsi otak sehingga mencegah penyakit otak seperti Alzheimer dan Parkinson.


Hindari StresBicara soal sehat tak hanya berkaitan dengan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Menghindari stres harus menjadi resolusi sehat tahun 2016. Stres bisa menurunkan kekebalan tubuh sehingga membuat seseorang lebih rentan sakit.
Salah satu cara untuk menurunkan stres, yaitu dengan terapi kognitif berbasis kesadaran. Terapi yang telah banyak digunakan di rumah sakit sebagai rehabilitasi ini mengurangi hormon stres pasien.

Praktiknya bisa dengan melakukan meditasi sambil mendengarkan musik yang tenang.

BersosialisasiMungkin Anda bertanya-tanya mengapa bersosialisasi masuk dalam daftar resolusi sehat 2016. Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa berbicara dan berkumpul dengan teman atau keluarga baik untuk kesehatan otak.

Penelitian menunjukkan, sosialisasi mampu menangkal penyakit seperti demensia dan Alzheimer.

Dalam penelitian, orang dewasa hingga lanjut usia yang mampu mempertahankan jaringan sosialnya memiliki risiko demensia atau penyakit pikun lebih rendah 26 persen dibanding yang tidak bersosialisasi. Terhubung dengan banyak orang akan membuat seseorang merasa lebih didukung dan dicintai.

Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional tak kalah penting dari kecerdasan intelektual. Kecerdasan emosional mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan. Kecerdasan emosional yang rendah bisa membuat orang sulit mencapai pikiran yang sehat.
Menurut sebuah studi tahun 2010,  kecerdasan emosional sangat berkaitan dengan kesehatan mental. Mengenali emosi sendiri dan mampu mengontrolnya, berempati dengan orang lain adalah cara yang bisa meningkatkan  kesehatan mental.
Penulis: Dian Maharani
Editor : Bestari Kumala Dewi
Sumber: Medical Daily